Kamis, 19 Oktober 2017

Pendakian Merbabu via Wekas (9-10 September 2017)

0

Jalur wekas merupakan jalur impian yang ingin saya daki, meskipun katanya berat banget. Setelah 3x lewat jalur Selo sejak 2015 (dan hanya 1x sampe puncaknya. Hahaha), akhirnya kesampaian juga lewat jalur Wekas yang jark tempuhnya 5km, lebih pendek daripada jalur Selo, tetapi lebih terjal juga sih. Alasan kenapa ingin mencicipi jalur Wekas adalah saya penasaran dengan yang dinamakan “Jembatan Setan” dan “Geger Sapi”nya, dan kebetulan diajak geng saya lewat Wekas sih, dan kebetulan jalur Wekas termasuk dekat dari Jogja.
Tim kami ber-6 dengan cewek 2 orang, sebut saja Mas Buhan, Mas Sigit a.k.a Icik, Mas Kus, Mas Adit, Mbak Novia, dan saya sendiri. Kali ini logistik kami adalah tongseng sapi spesial                Qurban, beras, mie instan, roti serta camilan tak lupa kopinya. Berbekal persiapan fisik berupa lari keliling lapangan paling enggak limabelas menit per latihan, tapi seminggu hanya sempet 2x latihan saja, padahal targetnya 3 seminggu dengan 5 putaran lapangan bola, tapi tak apalah sing penting yakin. Selain biar kuat untuk diri saya sendiri, setidaknya nanti saya enggak drop, karena ceweknya cuma berdua dan ini adalah pendakian mbak Novia yang pertama.
Pukul 13.30 kami mengawali perjalanan dari Godean, Yogyakarta menuju Basecamp Wekas Magelang. Sekitar pukul 15.00 kami sampai di basecamp dan melakukan registrasi di loket, simaksinya sebesar Rp18.000,- per orang. Estimasi waktu kami adalah sebagai berikut:
Pukul 15.30 : naik dari basecamp
Pukul 20.00: sampai di pos 2, ngecamp
Pukul 03.00 : berangkat summit attack
Meskipun ini weekend, tapi base camp Wekas tidak terlalu ramai. Karena jalur Wekas jarng diminati seperti jalur Selo karena jalur Wekas itu kejam –tapi ngangenin, kayak kamu-.
Sekitar pukul 15.30 kami berangkat dari basecamp. Beberapa kali saya mendaki, ini adalah yang paling ringan, karena air minumnya hanya 1,5 liter dalam water blader –karena ada mata air di pos 2-. Terlebih mbak Novia, biarpun ini pendakian perdananya tapi barang pribadinya ia bawa sendiiri dalam daypack 40l, makanannya banyak membuat kami merasa mulyo.
Treknya berdebu parah. Saya merasa oke-oke aja, nggak mountain sickness atau apalah, hanya saja ini perut kok rasanya kayak kram. Mbak Novia alhamdulillah juga oke.
Waktu sampai pos bayangan 2 –Cuma bayangan, jangan ngarep lebih-, dalam anganku (?) berarti pos 2 bentar lagi. Naik sebentar terus agak landai. Udah habis isya sih waktu itu, kami break bentar. Saya di depan sendiri –padahal bukan leader, hahhaa, kebetulan aja-, sambil ngemilin coki-coki dan ngobrol sama temen-temen saya mengendus aroma wangi nan lembut mendamaikan (halah). Dengan rasa yang agak nganu saya mencoba menajamkan indra pembau ala-ala anjing pelacak, dan benar ini bau wanggiiiiiiii, tapi saya diem. Saya nggak liat yang ‘aneh-aneh’ tapi merinding, Cuma bisa komat kamit ayat kursi yang kadang masih kebalik-balik sama Qulhu aja.
“rum jangan liat belakang !” kata mas Kus padaku sambil mendekat
Belakang yang dimaksudkan adalah belakangku alias depan teman-temen karena saya menghadap ke temen-temen atau jalan berikutnya.
“engko nek ndelok mburi ki ndak ketok dalane ketok adooooh”. Kataku
(translate: nanti kalo liat belakang jadi keliatan jauh). Alibi saja, padalah sebenarnya takut,hahaha.
“lha iyo” kata mas kus
(translate: lah iya)
Wanginya hilang, capek juga hilang, sudah agak dingin karena keringat hampir hilang, kami lanjut jalan. Dan horeee jalannya landai ditambah bonus dalan susu atau milky way di atas kami, langit cerah.
Keceriaan kami bertambah ketika liat tenda di depan sana. Sampailah kami di pos 2, dengan hati riang kami mendirikan 3 buah tenda yang masing-masing kapasitas 2 orang. Yang cewek merebus air, yang cowok bangun tenda.
Jam 22an kami beranjak tidur, save energi karena besok summit attack jam 3 pagi. Sebelumnya saya sudah membayangkan bahwa nanti kami bisa tidur pulas dan cukup, paling enggak 3 jam lah minimal. Ternyata... rombongan di sebelah sana berisik banget, mata sih merem, tapi pikirannya masih melek.
Jam 2 pagi terbagun gegara kebelet pipis, dari awal mendirikan tenda sudah tak plot tempat pipisnya, biar gak jauh dari tenda, kebetulan posisi tendanya deket semak :D. Ternyata jam segitu yang laki juga udah pada bangun. Setelah pipis terakhir di rumah sebelum berangkat,dini hari ini jadi beser. Hahahah. Dan ternyata.... aku malah dapet jatah bulanan, pantesan tadi malem perutnya kram. Untung ubarampe cewek selalu ada dalam dompet P3K ku, jadi ya tetap woles. Hanya kepikiran nanti kuat enggak sampe puncak? Udah kebayang perut kram, terus pinggang kayak mau copot (biasanya sih gitu, pernah pas dapet hari pertama naik ke Nglanggeran, beuuh pinggang kayak mau copot). Tapi akhirnya sing penting yakin :D.
Setelah sarapan dengan nutrijel,  minum cukup dan packing barang-barang penting ke daypack, kami memulai perjalanan menuju puncak. Mas adit ada trouble di kaki, jadi dia mau tinggal di tenda aja, masakin kami :D
Dingin masih menggigit padahal kami sudah berjalan nanjak sudah beberapa ratus meter. Tidak berapa lama, mbak Novia muntah-muntah. Mountain sickness. Tapi katanya dia masih kuat. Jadi lanjut aja.
Setelah beberapa ratus meter.... mbak Novia muntah lagi. Tak pijit-pijit leher belakangnya. Kami paksa makan roti, biar perutnya gak keisi angin. Tapi katanya pait -Lah lebih pait kisahnya mas Sigit, yang bela-belain hujan mancing gabus tapi boncosL-
Setelah mbak Novia muntah, saya jadi ikutan mual karena liat dia muntah L, tapi untungnya gakpapa. Hahaha. Pas naik beberapa ratus meter, perutku rasanya aneh, antara mual sama mules jadi satu, tapi untung sakit perut menstrual syndrome tidak berefek. Syukur Alhamdulillah.
mas hop sik. Aku kepising e .” kataku dengan wajah tanpa dosa
“yowes lek ndodok mburi kono kuwi.
Sial ! saya kebelet eek :’D padahal lokasinya kala itu sungguh nggak ngenaki. Kanan banyak rumput tinggi tapi ternyata jurang. Kiri banyak pohon kecil-kecil dan semak tinggi, tapi tanahnya miring –lereng-. Ya sudah akhirnya milih yang kiri, tapi harus menyibakkan rerumputan tinggi sampe tanahnya keliatan. Setelah itu menikmati “ibadah” dengan syahdu :’D diiringi paduan suara kentutnya temen-temen, nyindir aku katanya... setelah membersihkan diri, bekasnya ditimbun lagi, tapi ini di luar jalur, jarang terjamah manusia –kalau monyet mungkin-.
Kami melanjutkan perjalanan, break di pos Watu Kumpul, dan mbak Novia muntah lagi, paksa makan lagi. Langit sudah semburat kemerahan, Sindoro Sumbing sudah menyembul di sebelah barat. Trek di depan sana keliatan batu gede-gede. Lanjut !
Oke, di sini treknya mulai kejam kayak ibu tiri terjal banget, untung ada tali buat manjat. Setelah manjat-manjat itu, langsung disuguhi pemangan menakjubkan. Garis horizon yang menyemburat merah terpampang nyata di ufuk timur.  Pos pemancar berada di kiri atas kami. Bau belerang mulai menyapa hidung.
selpok dulu :D

our team

peluk-peluk :*

sisi timur

Kami melanjutkan perjalanan, masih jauh sepertinya... bau belerang masih tercium. Sementara mbak Novia mulai ingin menyerah, katanya lemes, mual, pusing, dan nangis.
Mendadak kami jadi motivator :D mas Kus jadi tukang urut. Udah gitu nangisnya pake manggil ibuk segala.
“ibuuuk... pulanggggg”. Pokoknya mukanya jelek banget. Pengen tak geguyu tur kok yo mesakke :’D
Di tengah drama ibuk itu, ada sekelompok pendaki kurang lebih berusia SMP –katanya acara Panya sekolah- lewat, turun, dan MEMBAWA SETANGKAI EDELWEIS. Tau kan? Edelweis haram untuk dipetik. Eh ditegur malah bilang apa pokoknya bikin greget. 
Duta edelweis. Dedek gemes kepotret oleh Mas Burhan. Dedeknya ditegur malah cacicuceco -__-
Pas kami naik dikit lagi, kami juga papasan sama sekelompok pendaki yang kayaknya masih rombongannya tadi –mirip lah umur-umurannya- malah bawanya segegam tangkai edelweis. Ditegur lagi, malah lari. Duh dek. Udah gitu pake kostumnya nggak safety lagi, sepatu ala anak gahul, dan juga celana jeans. Nggak tau lah tadi mereka naiknya jam berapa juga bodo amat.
Semakin naik, semakin terjal, matahari mulai bersinar (tadi kehalang bukit), mbak Novia semakin ingin menyerah.....
Mendadaklah saya jadi motivator...
“mbak kamu kan perempuan, anak-anak kita berhak terlahir dari rahim ibu yang tangguh loh. Masak nanti kalau anakmu nangis panggil ibuk-ibuk kamu mau bales panggil ibukmu lagi.” :’D
“udahlaah kalian aja yang naik, aku di sini aja !” Pas bilang ini mukanya juga jelek banget.hahaha
“pokoknya kalau kamu gak naik kita gak naik, dan kita harus naik” mas Burhan menyahut.
“tak gendong wis” kata mas icik
“mbak engko sampe puncak sembuh wis.” kataku
Loh 1 orang mau diporteri ber 3 coba :’D. 
di sini bau belerang

mulai loyo...
"puncak bentar lagi" hanyalah harapan palsu...
melipir Jembatan setan

Puncak udah keliatan, tapi jauh di kaki, karena harus mlipir lagi, dan manjat lagi. Mbak Novia udah lemes, pengen teh panas mulu, padahal kami bawanya kopi panas. Tak cocol murbei ajadeh, kan asem tuh, jadi buat pereda mual,hahaha. Dia udah gak mau jalan, sama Mas Burhan langsung ditarik dan digendonglah di punggungnya. Sumpah ngakak sampe sakit perut :’D tapi kasian juga :’D
Baru beberapa langkah, mbak Novia udah meronta-ronta turun. Akhirnya jalan sendiri. Sampe di jembatan setan udah bisa ketawa-ketawa :'D
Puncak di depan mata. Saya jadi supporternya mbak Novia. Udah ngos-ngosan banget dia, jalannya pake trekking pole, gak bawa tas pula :D.
“Novia hebat”
“novia hebat”
Akhinrya sampailah kami di puncak Kentheng songo. :’D raut sumringah ada di muka mbak Novia, sekarang ketawa-ketawa saking senengnya :D, udah mau makan, makan biskuit oat sampe beberapa keping, dan mendadak doyan kopi :D –akibat liat mas Burhan nyeruput kopi dari tutup termosnya, padahal dia nggak suka bahkan gak doyan gak mau kopi-
“enak e.” Katanya polos.
halah enak po ngeleh ?? (doyan apa laper)
“dua-duanya.”





akibat kurang tidur

foto bareng mas Icik si pemburu ikan gabus


Beruntung, cuaca kala itu cerah banget, kami di atas awan. Kalau seandainya mbak Novia gagal sampai puncak, cuaca berkabut, pasti dia bakalan nyesel trus kapok. Alhamdulillah.
Kami kembali turun pukul 12 siang (kami sampai puncak jam set.11an, karena jalannya pelan). Di sepanjang jalur hingga pos 2 disambut banyak kera ekor panjang -aku sebenernya takut-. Sampai tenda di pos 2 jam 2 siang. Langsung makan tongseng sapi yang kami bawa dari rumah. Mas adit nyesel katanya nggak ikut ke puncak :’D, tapi kalo dia ikut ke puncak yang masak siapa ? :’D pahlawan berjasa pokoknya.
Kembali turun jam setengah 4. Mas Burhan ngacir duluan karena kalo turun gak lari engkelnya trouble, saya ikutan ngacir karena pengen cepet-cepet ke WC.
Sampai basecamp setengah 5, mandi terus ngeteh. Ada (maaf) orang gila di depan bc ngorek-orek sampah dan makan dari tempat sampah.
Setengah 6 disusul mas Kus, mas Icik, mb novia, dan mas Adit sampe bc. Mbak novia juga beli teh. Kami ngetehnya di teras, tehnya masih setengah gelas malah diminum orang gila tadi :’D
Ngeteh yang tidak diridhai...:'D
Saat itu pun saya mikir “kok bisa ya aku gak pms sakit perut dan sejenisnya?” kayaknya sakitnya udah kalah sama pikirannya, udah semangat sampe puncak pokoknya. Jika waktu itu kami menyerah, dan mbak Novia gagal menggapai puncak, mungkin dia akan kapok dan nyesel. Kapok karena teler, dan nyesel gak sampe puncak, padahal cuaca sedang cantik-cantiknya. Meskipun begitu, puncak yang sebenarnya adalah rumah kita :’D –iya, kita :’D-.

Ada videonya di https://www.youtube.com/watch?v=BT0BZ-13FTc selamat menonton :D







Minggu, 02 Oktober 2016

Memburu Sunrise di Puncak Kleco Kulonprogo

4

Puncak Kleco berbeda dengan Waduk Mini Kleco, berbeda kecamatan, Puncak Kleco terletak di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo. Ketika saya ke sana tempat ini tergolong wisata baru, karena masih dalam proses pengembangan. Untuk mencapai lokasi ini anda akan dimanjakan pemandangan asri nan alami di kaki pegunungan Menoreh. Jangan tanyakan rute ke saya ya, karena saya sering kesulitan menjelaskan rute, sering nyarsar juga, jadi manfaatkan saja smartphone yang Anda miliki. Yang jelas ialah dari pusat kecamatan Minggir atau pasar Kebon Agung ke arah barat melewati jembatan beralaskan Sungai Progo yang meliuk anggun dari arah utara dikelilingi pegunungan. Sampai di perempatan Dekso lurus ke barat menuju arah Samigaluh, jika anda menemui persimpangan yang ada jembatannya, ambil ke kiri jalan menuju kampung. Di sana ada petunjuk arah “Puncak Kleco 500m” yang terpasang di dekat Pos Kampling, dari Pos Kamling ambillah arah kiri hingga menemui plang berikut :


Jalan menuju ke atas berupa jalan cor semen yang tidak muat untuk dilalui mobil. Hati-hati kemiringan hampir 60 derajat. Pastikan bahwa sepeda motor Anda kuat. Selain itu jalannya juga nyaris licin karena lumut dan tepinya berupa jurang. Terus ikuti saja jalan cor itu. Nanti anda akan sampai pada rumah terakhir. Rumah Jawa dengan halaman tanah yang lumayan lapang ini milik Mbah Djemirat. Beliau sangat ramah lho.
jalan kampung berupa cor semen
 
Rumah Mbah Djemirat

Tarif parkir dikenakan 2000 rupiah per sepeda motor, sedangkan retribusinya sukarela berupa memasukkan uang ke dalam kotak yang telah disediakan. Retibusi sukarela ini digunakan untuk pengembangan wisata Puncak Kleco.

Trek menuju atas
Treknya berupa tangga tanah bercampur batu kapur, pakailah alas kaki yang solnya menggigit tanah, sangat tidak sarankan memakai high heels, wedges, flatshoes, dan pantofel. Karena untuk menuju ke atas treknya lumayan licin setelah hujan atau pagi hari. Meskipun berbentuk tangga yang tidak terjal, tapi tetep safety first ya !!! kan sayang heels cantiknya kalau dipakai naik gunung nanti “mbelesek” ke dalam tanah yang akhirnya menyulitkan dalam berjalan dan rawan kesleo.
Oke next...
Sampai atas Anda akan disuguhi ayunan kayu, gazebo, dan semacam “dermaga” dari bambu, dan spot foto yang sedang nge-hits di kalangan anak muda. Berhati-hatilah karena tepi jurang hanya dipagari bambu. Oleh karena itu jaga anak Anda apabila membawa anak yang masih kecil, jaga pacarmu jika pacarmu belum dewasa cara berpikir dan tindakan-tindakannya, dan jika bawa mantan jangan dicemplungin ke jurang, kasian anak orang :D .


Waktu pertama kali ke sini tanggal 29 September 2016, sore-sore, mendung. Lagi pengen main, setelah urusan laporan KKN dan PPL kelar. Sebenarnya juga pengen masak di alam bebas, berhubung telah lama sekali cuti dari dunia pendakian (gayaneeeee) karena KKN dan PPL. Hari itu saya dan partner mbolang bikin pizza pake roti tawar. Main hemat ya ke wisata alam, bawa minum dari rumah, bawa nesting sama kompor beserta gasnya. Jangan lupa bawa bahan makanan, bisa mie instan atau yang lain.
Masak

hasilnya... :D

sekalipun kamu habis diputus pacar atau ditikung temen jangan coba-coba lompat dari sini


Karena penasaran dengan bagaimana pemandangannya waktu pagi, maka Sabtu ( 1 Oktober 2016) saya dan partner mbolang saya ke sini lagi. Tapi sayangnya aku bangunnya kesiangan :'( seharusnya ke sini habis subuh tepat. Dari rumah jam 5.15, cukup kesiangan. Dengan jarak rumah-puncak Kleco sekitar 10-15 km an. Tapi lumayan laaah, dapat pemandangan seperti di atas awan :D
 





Hal yang lebih penting lagi adalah jangan membuang sampah sembarangan ! Sudah disediakan tempat sampah. Dan jangan coret-coret tempat wisata maupun fasilitas umum lainnya. Karena itu akan sangat norak dan kampungan.
Sekian...

Sabtu, 13 Februari 2016

Pameran Jeritan Tanpa Suara

1

Hati kami benar-benar menjerit. Tak ada suara yang dapat keluar. Kami tahan, hingga akhirnya menjadi partikel gas kentut yang menyehatkan nan wangi. Kok sehat dan wangi? Iya, lihat saja mahakarya kami, hasil eksresi dari pencernaan makanan berupa ilmu dari para Dosen-dosen hebat, hingga kenyang, dan akhirnya menjadi partikel-partikel gas yang wangi.

Kami benar-benar menjerit karena lelahnya hidup ini. Lebih tepatnya hidup pada semester lima, saat di mana sesaji untuk dosen begitu banyaknya. Belum lagi kalau para jomblo udah pengen nikah. *Sabar mblo ! emang kamu udah punya calon? Gayane ! *

Hasil dari kata hati, jeritan yang kami tahan, maka lahirlah sebuah pameran bersama Pendidikan Kriya UNY angkatan 2013 yang berjudul “Jeritan Tanpa Suara”, yang diselenggarakan pasa 11-13 Januari 2016. Seperti semacam kentut bersama-sama, tapi kentutnya wangi.

Eh tapi tak sewangi aroma melati bercampur kanthil bercampur kemenyan. Karena di balik itu banyak perilaku aneh binti absurd yang kami lalui.

Karya yang dipamerkan merupakan karya dari mata kuliah Batik II, Kulit II, dan Logam II. Kurang lebih 90 mahasiswa dari 5 kelas merupakan peserta dan panitia dengan total lebih dari 250 karya.

Fakta: mahasiswa pendidikan kriya tidak mau mengaku sebagai panitia, bukan berarti tidak bertanggung jawab atas terselenggaranya acara, tetapi adalah sebagai ketawadhuan mereka (mereka lho, bukan saya, saya hanya penggembira :v ) . Tanpa disuruh-suruh pun mereka mampu berjalan kemana hendak melangkah, dan memiliki rasa memiliki terhadap karyanya.

Serphihan dokumentasi :


Pembukaan - Kalau Anda dengar suara mbak ini dijamin semua kebekuan dalam hati Anda akan meleleh

Para tamu undangan



Suruh dia nikah !!!

Biarkan jomblo berimajinasi


Berikut ini adalah karya batik tulis mahasiswa Pendidikan Kriya Kelas I angkatan 2013
Media : Mori Primisima
Ukuran : 1 x2,5 meter

Kopi - Karya Nastiti Endya Pratiwi

Gemulai Bahtera Nusantara - Octiva Ayu Lestari
The Night Queen - Faoziah

Edelweiss - Siswaningrum
Musik musik - Lingga C. B

Topeng - A. Bahrudin Wijaya
hahaha aku lupa judulnya, tp yang jelas ini tentang kendaraan tradisional, karya Nurkholis
Burung Enggang Kalimantan - Ghina F
Kupu-kupu - Diah Norma Istanty
OWL - Ika Oktafiya S
Buaya baper katanya. Karya Eko Sumarno
Papilo (mamilo?) - Serapin Suciningtias
Ikan Gembung karya Uun Vaedah, Unyuuuu kaaaaannn :D
Topeng - Husain Rais
Mesir Kuno - Yoma Taufani OY
All Photo by: Serapin Suciningtias

Semoga dapat menjadi referensi :)